Gara-gara Rebutan Hand Sanitizer, Gadis 17 Tahun Ini Tega Tusuk Pria Tua dan Anak-anak di Supermarket! Begini Keadaannya
SajianSedap.com - Mewabahnya virus corona membuat orang menjadi panik dan takut akan tertular penyakit berbahaya tersebut.
Selain masker, hand sanitizer atau alat-alat sanitasi pun semakin langka dan mahal untuk ditemukan.
Hal apapun akan dilakukan demi melindungi diri mereka dari virus corona.
Tak ayal hal nekat pun akan dilakukan seperti kasus yang viral baru-baru ini.
Karena hand sanitizer yang mulai sedikit jumlahnya, seorang gadis ini tega melakukan hal yang keji.
coronaBaca Juga: Cuma Sejengkal dari Tempat Karantina Virus Corona, Begini Cerita Mahasiswa Indonesia yang Harus Keluar Rumah Demi Cari Makan
Hal ini dikarenakan mereka berebut hand sanitezer yang tinggal satu.
Naasnya, gadis berusia 17 tahun ini mengesampingkan sisi kemanusiaannya demi mendapatkan hand sanitisers dan menusuk kakek dan anak-anak.
Akibat kelakuannya tersebut, begini keadaan malang si kakek.
Berebut Hand Sanitizer
Virus Corona membuat orang menjadi was-was sehingga akan melakukan hal apapun untuk tidak terjangkit.
Akibatnya stok-stok alat-alat kesehatan seperti masker, hand sanitezer dan lainnya menjadi langka.
Hal tak diinginkan pun terjadi karena berebut hand sanitizer antara gadis berusia 17 tahun dan kakek-kakek.
Dikutip dari Tribun Palu, menurut Astro Awani yang dilansir World Of Buzz, pertengkaran terjadi di sebuah supermarket di China.
Para pelanggan berebut stol botol hand sanitiser terakhir.
Seorang gadis 17 tahun berebut hand sanitiser dengan pria tua 71 tahun dan anak perempuan 9 tahun.
Demi mendapatkan apa yang ia inginkan, gadis 17 tahun itu tega menusuk dua "lawannya" dengan pisau.
Pria tua itu sampai tergeletak di lantai penuh darah.
Foto-fotonya beredar di media sosial.
Dengan cepat, otoritas menangkap pelaku, sedangkan kedua korban dilarikan ke rumah sakit.
Korban tak mengalami luka serius dan sudah dalam kondisi stabil setelah menerima perawatan.
Kejadian ini dianggap sebagai paranoia dan histeria yang dialami warga di China karena ketakutan mereka atas virus corona.
Insiden ini sekaligus memunculkan pertanyaan seberapa jauh tindakan seseorang demi "melindungi" diri mereka dari virus.
Peraturan Ketat Penjualan Masker di China
Diketahui juga bahwa pemerintah China menerapkan aturan ketat dengan denda hingga Rp 5,8 miliar kepada penimbun dan penjual masker dengan harga tinggi di tengah wabah virus corona.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, tindakan non-pekerja medis yang membeli dan menimbun peralatan perlindungan hanya akan memperburuk kekurangan.
Dikutip dari Al Jazeera, permintaan akan masker, pakaian, dan sarung tangan pelindung dari virus epidemik corona meningkat 100 kali lipat dan harganya turut melonjak 20 kali lipat.
Artikel berlanjut setelah video berikut ini.
Permintaan tinggi akan alat-alat kesehatan tersebut berbanding terbalik dengan persediaan yang kian merosot.
"Itulah mengapa banyak terjadi penimbunan dan penjualan ulang (resale) dengan harga meroket," jelas Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus di Swiss.
Aksi oknum yang menimbun dan menjual masker dengan harga tinggi membuat otoritas China melakukan pengawasan.
Beijing mengirim lebih dari 390.000 orang untuk meningkatkan pengawasan terhadap harga alat perlindungan dan menimbun aktivitas penimbunan.
Salah satu kasus yang pernah terjadi ada di Distrik Fengtai, Provinsi Beijing, di mana sebuah toko obat didenda sebanyak 3 juta yuan, atau setara dengan Rp 5,8 miliar.
Toko tersebut didenda karena telah menaikkan harga masker wajah sampai 850 yuan atau setara Rp 1,6 juta per kotak. Harga tersebut naik enam kali lipat dari harga aslinya.
Pihak administrasi juga telah menginspeksi produksi dan penjualan masker yang tidak berkualitas, serta yang palsu dan kedaluwarsa sebagai upaya perlindungan untuk publik.
Di Kota Foshan, Provinsi Guangdong, otoritas lokal telah menutup pabrik pembuatan masker medis tanpa lisensi resmi dan menahan barang bukti sejumlah 175.000 masker palsu.
Dilansir China Daily, regulator pasar memutuskan untuk menindaklanjuti produksi masker ilegal yang berpotensi menciptakan Covid-19, nama resmi yang baru untuk virus corona.
Tedros melanjutkan, pihaknya sudah menekankan kepada perusahaan manufaktur dan distributor alat kesehatan supaya menyediakan barang tersebut hanya kepada mereka yang membutuhkan.
Adapun WHO telah mengirimkan sarung tangan, masker, alat bantu pernapasan, serta peralatan lainnya yang lebih dikenal dengan istilah Personal Protective Equipment (PPE) ke beberapa wilayah.
"Kami mengimbau ke seluruh negara dan perusahaan untuk bekerja sama dengan WHO,
dan memastikan penggunaan alat kesehatan tersebut dalam penggunaan wajar dan seimbang.
Kita semua berperan besar dalam menjaga keselamatan satu sama lainnya." papar Tedros.
Direktur Program Kesehatan Darurat WHO Mike Ryan mengatakan, persediaan yang dimaksud dimulai dari produksi barang-barang mentah, "mulai dari perkebunan karet sampai menjadi barang siap pakai oleh tenaga medis, segala hal yang meliputi semua itu."
Pihak WHO menyadari bahwa proses besar pembuatan alat kesehatan tersebut pasti memiliki berbagai kemungkinan gangguan, pengambilan untung secara berlebihan, bahkan juga penyimpangan.
Virus corona telah menyebar pesat sejak Desember 2019 dari pusat penyebarannya di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China.
Saat ini, tercatat sudah lebih dari 1.700 staf medis yang terinfeksi, enam di antaranya dilaporkan tewas dan 5.090 kasus baru ditemukan.
Penulis | : | Rafida Ulfa |
Editor | : | Rafida Ulfa |
KOMENTAR