SajianSedap.com - Hari Raya Idul Fitri adalah perayaan penting bagi umat Islam di seluruh dunia yang menandai berakhirnya bulan puasa Ramadan.
Lebaran atau hari raya Idul Fitri ini jatuh pada tanggal 1 Syawal dalam penanggalan Hijriyah.
Meskipun perayaan ini memiliki kesamaan dalam esensi religiusnya, berbagai daerah memiliki tradisi tersendiri.
Di Indonesia, kita mengenal berbagai tradisi yang dilakukan sebelum, selama, dan setelah Idul Fitri.
Satu tradisi yang sangat populer adalah "Mudik" atau pulang kampung, di mana orang-orang kembali ke kampung halaman mereka untuk merayakan Idul Fitri bersama keluarga besar.
Selain itu, ada pula ziarah ke makam, berkumpul bersama keluarga, takbiran di malam hari, salat id, serta menyantap hidangan khas Lebaran seperti ketupat dan opor.
Di beberapa daerah, terdapat juga tradisi khas seperti grebeg syawal yang digelar oleh keraton Yogyakarta.
Garebeg atau Grebeg adalah salah satu upacara penting di Keraton Yogyakarta yang dilakukan tiga kali setahun sesuai penanggalan Jawa.
Dilansir dari laman kratonjogja.id, sebutan Garebeg atau Grebeg memiliki arti diiringi atau diantar oleh orang banyak yang merujuk pada iring-iringan para prajurit dan Abdi Dalem dalam membawa gunungan dari keraton menuju Masjid Gedhe.
Grebeg Syawal dihelat Keraton Yogyakarta pada tanggal 1 Syawal atau di Hari Raya Idul Fitri.
Sementara Grebeg Besar dihelat pada tanggal 10 Besar (Idul Adha) dan Grebeg Mulud pada tanggal 12 Mulud (Maulid Nabi).
Baca Juga: Mengenal Babacakan, Tradisi Makan Bersama Khas Masyarakat Kota Pandeglang, Banten Menyambut Lebaran
Pelaksanaan Tradisi Grebeg di Keraton Yogyakarta baru memiliki tata cara yang sama setelah UU Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta muncul di tahun 2012.
Salah satunya, Keraton Yogyakarta akan mengeluarkan lima macam gunungan pada tiap Garebeg.
"Gunungan ini merupakan bentuk sedekah dari Sultan untuk rakyatnya. Ada gunungan lanang, gunungan wadon, gunungan darat, gunungan gepak, dan gunungan pawuhan," ujar Pengageng Kawedanan Pengulon, KRT Akhmad Mukhsin Kamaludin Ningrat.
Jumlah keseluruhan gunungan adalah tujuh buah yang terdiri dari gunungan lanang/kakung sebanyak 3 buah, serta gunungan wadon/estri, gunungan darat, gunungan gepak, dan gunungan pawuhan masing-masing sebanyak 1 buah.
Lebih lanjut, ketujuh gunungan tersebut akan diusung oleh para abdi dalem dan dikawal prajurit Bregodo dari Alun-alun Utara Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat menuju tiga tempat.
Lima gunungan akan dibawa ke Masjid Gedhe Kauman, satu dibawa ke Pura Pakualaman, dan satu lagi dibawa ke Kantor Kepatihan.
Seperti diketahui, tradisi Grebeg Syawal di Keraton Yogyakarta biasa dilaksanakan pada Hari Raya Idul Fitri atau pada tanggal 1 Syawal.
Namun biasanya para Abdi Dalem sudah mulai mempersiapkan ubarampe dan berbagai gladi resik sejak jauh-jauh hari.
Terutama karena Keraton Yogyakarta akan mempersiapkan sejumlah gunungan yang akan diarak pada pelaksanaan tradisi Grebeg Syawal. Sebelum Hajad Dalem Pareden, terdapat dua acara lain yang dapat disaksikan oleh wisatawan, yaitu Gladhiresik Prajurit dan Numplak Wajik.
Gladhiresik Prajurit biasa dilaksanakan sore hari pada hari Minggu terdekat sebelum Garebeg berlangsung.
Sementara Numplak Wajik dilaksanakan tiga hari sebelum Garebeg di Panti Pareden, Plataran Kemagangan untuk menandai dimulainya proses merangkai gunungan.
Baca Juga: Masyarakat Muslim di Papua Pegunungan Mempererat Tali Silaturahmi dengan Bakar Batu
Kemudian pada hari perayaan, gunungan-gunungan tersebut akan diusung oleh para abdi dalem dan dikawal prajurit Bregodo.
Pagi-pagi sekali, semua gunungan tersebut sudah disiapkan di emper Bangsal Pancaniti, Plataran Kamandhungan Lor atau yang biasa dikenal Plataran Keben.
Delapan Bregada Prajurit Keraton Yogyakarta akan keluar dari Pracimasana dengan urutan Bregada Wirabraja, Bregada Dhaeng, Bregada Patangpuluh, Bregada Jagakarya, Bregada Prawiratama, Bregada Nyutra, dan Bregada Ketanggung.
Di Plataran Kamandhungan Lor juga telah bersiap dua bregada prajurit keraton yang bertugas mengawal gunungan ke Masjid Gedhe dan Kepatihan, yaitu Bregada Surakarsa dan Bregada Bugis.
Selain kedua bregada tersebut, hadir pula dua bregada dari Pakualaman, yaitu Bregada Lombok Abang dan Bregada Plangkir.
Dari tempat tersebut, gunungan digotong oleh narakarya (tenaga angkut) yang mendapat tugas secara bergilir dari daerah-daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Gunungan akan diarak dari Alun-alun Utara Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat menuju ke Masjid Gedhe Kauman, Pura Pakualaman, dan Kantor Kepatihan.
Gunungan yang telah diserahterimakan dan didoakan kemudian akan diperebutkan oleh masyarakat.
Dengan dibagikannya seluruh gunungan kepada masyarakat, maka berakhirlah upacara Grebeg Syawal di Keraton Yogyakarta.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Grebeg Syawal, Tradisi Lebaran di Keraton Yogyakarta: Sejarah, Jumlah Gunungan, dan Pelaksanaan
Baca Juga: Asal-usul Bubur India, Sajian Khas Buka Puasa di Masjid Pekojan Semarang Selama Ratusan tahun
Hati-hati, Botol Plastik yang Punya Tanda Ini Jangan Digunakan untuk Isi Ulang Air Minum
Source | : | Kompas |
Penulis | : | Amelia Pertamasari |
Editor | : | Raka |
KOMENTAR