Ngeri Banget! Berjemur di Bawah Terik Matahari saat Jam Ini Justru Melemahkan Sistem Imun, Anda Melakukannya?
SajianSedap.com - Berjemur belakangan jadi trend dimana-mana.
Kebiasaan sehat ini jadi booming setelah munculnya virus corona di Indonesia.
Banyak ahli yang mengatakan kalau virus corona bisa dicegah dengan kebiasaan berjemur di pagi hari.
Masyarakat mulai meningkatkan kesadaran untuk melakukan tindakan preventif, dengan meningkatkan sistem imun tubuh lewat berjemur di bawah sinar matahari.
Baca Juga: Sering Dianggap Sepele, Makanan Pencegah Corona ini Sering Sekali Berakhir Di Tempat Sampah
Masyarakat pun mulai mempraktikkan hal tersebut dengan mengajak anaknya untuk mandi sinar matahari mulai jam 10.00 pagi atau bahkan ada yang sampai berjemur di atas genting rumah mereka.
Namun, benarkah hal ini akan efektif dalam menghadapi corona?
Mari kita simak bersama.
Jangan Salah Sembarangan Berjemur
Sebelum terlalu jauh, kita perlu mengetahui terlebih dahulu informasi mengenai sinar matahari, yang ternyata bisa sangat merugikan kesehatan kita.
Misal, kornea mata rusak, mengalami katarak, kanker kulit, hingga immune system suppression.
Padahal saat ini kita perlu meningkatkan sistim imun.
Pembagian sinar matahari dari jam ke jam, dan manfaatnya bagi manusia.
Baca Juga: Enggak Cukup Jaga Jarak Saja, Hindari Mengonsumsi Makanan yang Bisa Melemahkan Imunitas Tubuh ini
Melansir dari AFP, sinar ultraviolet (UV) dapat digunakan pada intensitas yang sangat tinggi sebagai disinfektan (yang mampu membunuh kuman penyakit), penghasil UV harian - seperti matahari - yang hanya melepaskan sinar UV tingkat rendah.
“Ultraviolet dapat membunuh Covid-19 jika terkena sinar UV pekat dalam waktu dan jarak tertentu,” Dr. Pokrath Hansasuta, asisten profesor virologi di Departemen Mikrobiologi Universitas Chulalongkorn, menjelaskan kepada AFP melalui telepon pada 18 Maret 2020.
“Namun, tingkat paparan UV itu berbahaya bagi kulit manusia. Kemungkinan besar, itu (hanya) ada di bola lampu atau lampu karena UV alami dari matahari tidak cukup kuat untuk membunuhnya (virus corona)."
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga menyatakan bahwa UV tidak boleh digunakan sebagai desinfektan untuk virus corona.
Keterangan lebih lanjut mengenai UV matahari diungkapkan oleh dokter Dr Handrawan Nadesul, dalam postingan di akun Facebook Pribadinya, ada 3 jenis ultraviolet (UV) yang diberikan matahari kepada alam: UVA, UVB dan UVC.
Untuk UVC lupakan, pasalnya sinar tersebut karena tidak menyentuh kita di bumi.
Jadi sinar matahari yang sampai ke bumi kita tercinta ini hanya UVA dan UVB.
Asal tahu saja, UVA dan UVB itu sejatinya sama-sama bisa berpengaruh buruk terhadap tubuh, khususnya kulit.
Akan tetapi di balik keburukannya, UVA dan UVB mempunyai manfaat bagi manusia.
Dengan catatan kita tahu ilmunya, alias tahu kapan dan bagaimana cara memanfatkannya.
Untuk diketahui, semua manusia butuh UVA dan UVB untuk pembentukan vitamin D, tulang dan otot, terapi penyakit kulit (psoriasis), dan meningkatkan sistem imun.
Sampai sini tentu kita sudah paham, kenapa sekarang di masa pandemi corona, banyak masyarakat berburu sinar matahari.
Tapi, kapan kita harus mulai berburu sinar matahari, supaya bisa kita manfaatkan untuk meningkatkan sistim imun, pembentukan vitamin D, untuk tulang dan otot, juga terapi bagi penderita psoriasis?
Mengenai hal itu, tentu kita ingat pesan orangtua zaman dahulu.
Berjemur sinar matahari pagi sebelum pukul 10.00 lah yang menyehatkan.
Tapi untuk saat ini yang kita kejar adalah manfaat UVB, daripada UVA.
Adapun UVA panjang gelombang melebihi UVB, yang menembus lapisan kulit dalam (dermis).
UVB hanya sampai lapisan atas epidermis, maka lebih kurang merusak kulit.
Namun, terpapar lama seperti yang ingin kulitnya lebih gelap (suntan), UVA maupun UVB sama-sama buruknya.
Sebab keduanya membuat kulit cepat menua, lekas keriput, dan risiko kanker kulit, pun bisa melemahkan sistem imun jika terpapar berlebihan (Immune system suppression).
Selain menembus kulit lebih dalam, karena kekuatannya ratusan kali lebih kuat dari UVB, UVA bisa menembus kaca.
Nah, pengaruh UV terhadap tubuh ditentukan oleh beberapa faktor, index UV, musim apa, lokasi equator, mendung tidaknya, dan jam operasi mataharinya.
Makin di atas puncak langit matahari, makin kuat index UV-nya.
Makin kuat index UV makin perlu dikurangi waktu paparnya kalau tidak ingin merusak tubuh.
WHO menganjurkan kita cukup berjemur 5-15 menit; bagian tangan, lengan, dan wajah terpapar matahari pukul 10.00-15.00 (cerah, di equator).
Artikel berlanjut setelah video di bawah ini.
Berejemurnya pun cukup seminggu 3 kali untuk memperoleh manfaatnya.
Manfaat sinar matahari dan kapan harus segera kita ambil.
Kelebihan paparan matahari pada jam puncak tersebut, selain merusak kulit sebagaimana sudah disebut di atas, juga merusak kornea mata (keratoconjunctivitis), berisiko katarak, serta merusak DNA kulit, bisa memunculkan kanker kulit (melanoma).
Oleh karena bibit penyakit termasuk virus terbunuh oleh UV dengan gelombang sekitar 250 nm (nanometer), maka UVB-lah yang tepat untuk dimanfaatkan membunuh virus.
Memang mengenai hal ini belum ada penelitian apakah UVB mampu membunuh virus baru Covid-19 ini.
Tapi, kita anggapan saja mampu sebagai tambahan manfaat berjemur.
Satu hal yang harus diingat, saat berjemur jangan lupa minum yang cukup, pakai kaca mata hitam, juga setelahnya kita cukupi kebutuhan gizi harian.
Tak bisa diabaikan, olahraga.
Jadi alangkah baiknya lakukan berjemur UVB sambil berolahraga.
Selain itu, wajib cukup tidur setiap hari, dan jauhkan diri dari stres, pikiran negatif. Hal tersebut bisa melemahkan sistim imun tubuh.
Diakhir tulisannya, sang dokter yang dikenal sebagai penulis keseatan ini pun menuliskan;
"Vitamin D, yakni vitamin D3 (cholecalciferol) yang dibutuhkan tubuh yang meningkat, juga meningkatkan hormon serotonin otak. Serotonin bagian dari "Hormon Kebahagiaan" yang memberi kita merasa nikmati dalam memberi (apa saja). Maka matahari juga sumber suka cita kita.
Artikel ini sudah pernah tayang di Intisari dengan judul Jangan Sembarangan Berjemur untuk Cegah Corona, Salah Melakukannya Bukan Virus yang Mati Namun Justru Melemahkan Sistem Imun
Penulis | : | Virny Apriliyanty |
Editor | : | Virny Apriliyanty |
KOMENTAR