Kerupuk menjadi salah satu teman bersantap yang disukai sebagian besar
masyarakat Indonesia. Ada kerupuk aci, kerupuk bawang, hingga kerupuk udang. Namun apa jadinya jika kerupuk dibuat dari buah dan sayur? Bagaimana ya
rasanya?
Tentu menyenangkan untuk mencicipinya. Selain itu, ada juga kerupuk
yang tak kalah unik. Namanya kerupuk kulit singkong.
Rasanya juga tak kalah lezat, lo. Lagi-lagi orang Bandung yang cukup kreatif membuat olahan kerupuk unik ini.
Ada cukup banyak jenis kerupuk buatan Ny. Eva Ervina (31). Dari jajaran sayur, tersedia kerupuk wortel dan seledri. Sementara jenis kerupuk berbahan buah jauh lebih banyak. Mulai dari kerupuk terung, cabai, kacang hijau, jagung, nanas, ubi, tomat, pisang, hingga kentang.
Totalnya ada sekitar 12 macam rasa. Namun yang paling unik adalah kerupuk yang dibuat dari kulit singkong. “Awal usaha kami berawal dari kerupuk kulit singkong ini,” jelas Eva.
Berawal dari hidangan Lebaran Kerupuk kulit singkong ternyata sudah lama dibuat oleh sebagian warga di Soreang secara turun-temurun. Kerupuk ini umumnya disajikan sebagai hidangan khusus saat hari Lebaran tiba.
Pasalnya, kawasan Soreang juga menjadi salah satu lumbung penghasil singkong. Umbi yang sudah dikupas menyisakan kulitnya yang cukup banyak. Daripada terbuang, orang tua pada jaman dulu mengolahnya menjadi kerupuk yang renyah dan lezat, khusus disajikan saat hari raya.
Kulit yang digunakan tentu bukan kulit terluar yang berwarna cokelat, namun
kulit kedua yang warnanya putih keunguan. Kerupuk unik ini lantas dibidik untuk
dijadikan usaha oleh pasangan ini sejak tahun 2006. “Kebetulan kami memiliki
banyak saudara di Soreang,” imbuhnya.
Meskipun sangat terkenal di Soreang, namun sayangnya tak ada satu pun
warga yang menjualnya. Dari situlah Eva terbersit untuk memproduksi secara
massal dan menjualnya ke masyarakat.
Ia membutuhkan waktu dua bulan untuk bereksperimen menemukan formula yang pas untuk membuat kerupuk kulit singkong ini dalam jumlah banyak. Setelah bekerja keras, akhirnya ia dan suaminya berhasil menciptakan kerupuk kulit singkong sesuai yang diharapkan.
Varian Rasa Buah dan Sayuran
Keberhasilannya membuat kerupuk singkong menginspirasi pada bahan lain
yang tak kalah unik. Yaitu membuat kerupuk dari buah dan sayur. “Pada
prinsipnya, membuat krupuk caranya sama saja, kok,” papar Eva.
Proses pembuatan kerupuk cukup sederhana dan prosesnya serupa. Yakni
dengan mengukus buah atau sayuran yang akan dicampur ke dalam adonan.
Setelah dikukus hingga empuk, lalu digiling hingga betul-betul hancur.
Alat penggilingnya mirip dengan mesin penggiling daging. Setelah itu, semua bahan dicampur dan diaduk hingga rata. Setelah dianggap cukup tercampur, adonan lalu dibentuk sekepal tangan dan ditekan menggunakan 2 buah kayu yang ditekan hingga pipih berbentuk lembaran.
Lembaran adonan ini lantas dijemur selama kurang lebih 3 jam hingga setengah kering. Lalu diguntingi berbentuk persegi, kemudian dijemur kembali hingga betul-betul kering. Tekstur kerupuk yang baik setelah dijemur kedua kalinya adalah mudah patah atau bisa dipatahkan. “Jika belum bisa patah, maka
penjemuran belum sempurna,” terang Eva.
Untuk proses pengeringan, Eva betul-betul hanya mengandalkan sinar surya. Maka jika musim panas tiba, Eva membuat kerupuk sebanyak-banyak untuk disimpan sebagai cadangan sebelum musim hujan tiba. Dengan proses pengeringan sempurna, kerupuk ini tak perlu dijemur kembali sebelum digoreng.
Hasilnya cantik dan mekar sempurna. Eva menmbandrol harganya Rp 40 ribu per
kilogram dalam kondisi mentah. Kalau dalam kondisi matang, harganya naik jadi
Rp 50 ribu per kilogram.
Beda bahan, beda komposisi Untuk membuat berbagai jenis kerupuk bukan perkara mudah. Tekstur bahan yang berbeda-beda juga berpengaruh pada komposisi bahan adonan lainnya.
Misalnya untuk membuat kerupuk tomat harus menggunakan tepung tapioka
dengan perbandingan yang lebih banyak. Pasalnya, tomat termasuk buah yang
memiliki kadar air tinggi.
Sedangkan kerupuk kulit singkong yang teksturnya lebih
kering dan tidak banyak mengandung air menggunakan lebih sedikit tepung
tapioka. “Yang pasti, kandungan buah dan sayur tidak boleh lebih banyak
dari tepungnya. Soalnya nanti tak akan berkembang sempurna saat digoreng
alias bantat,” ujar Eva.
Eva memproduksi kerupuk ini di kawasan Soreang. Setiap hari, proses produksi dimulai dini hari pukul 04.00 dan berakhir pada pukul 15.00 WIB.
Pekerja utama yang terlibat berjumlah 3 orang. Namun saat ramai seperti liburan
atau hari raya, Eva bisa menggunakan pekerja tambahan hingga 10 orang.
Jualan di Kap Mobil
Butuh perjuangan dan kerja keras untuk memperkenalkan dan menjajakannya pada masyarakat. “Saya bahkan pernah berjualan di atas kap mobil, lo,” kisahnya.
Eva tak mau menggunakan cara konvensional seperti menitipkan dagangan di toko. Baginya, bertemu langsung dengan konsumen terasa lebih efektif.
Dengan memanfaatkan mobil pribadi, Eva lalu mengincar pusat keramaian di pinggir jalan. Tempat seperti lapangan Gasibu, Batununggal, hingga kawasan padat wisatawan di jalan Riau pun langsung dijadikan tempat mangkal. “Saya bawa produk kerupuk matang yang dibungkus plastik dengan harga Rp 2.500 saja,” kenangnya.
Semua kerupuk digelar di atas kap, dilengkapi papan tripleks yang ditulisinya dengan huruf besar-besar untuk menarik pelanggan. Agar lebih atraktif, Eva tak
segan berteriak menjajakan kerupuknya kepada siapa pun yang melintas di
dekatnya.
Icip-icip gratis juga diberikan sambil menjelaskan aneka jenis kerupuk unik buatannya. Ternyata banyak yang tertarik dan langsung membeli berbagai rasa yang ditawarkan.
Promosinya pun mulai meningkat dengan membuat selebaran, hingga situs di
internet. Kebetulan sang suami bergerak di bidang periklanan. Setelah beberapa
bulan, kerupuk Eva mulai dicari pelanggan.
Bahkan Sejumlah toko oleh-oleh di Bandung mulai memintanya untuk menaruh kerupuk buatannya di toko mereka.
Kini, produksinya mencapai 1 kuintal kerupuk per bulan. Pelanggannya juga merambah Jakarta, Semarang, Surabaya, hingga pasar asing seperti Brunei,
Singapura, dan Malaysia.
Sadar pangsa pasarnya mulai meluas, Eva pun meningkatkan penampilan produknya. Jika dulu hanya dikemas menggunakan plastik biasa, kini kerupuk
sudah dikemas dalam anyaman besek bambu yang lebih cantik.
Wadah kotak anyaman ini dijualnya untuk mengemas kerupuk mentah. Dengan tutup yang mudah dilepas, besek menjaga daya tahan kerupuk lebih lama.
Dalam bahasa Sunda, Menak memiliki makna ningrat. Mungkin inilah harapan Eva yang berusaha menempatkan hidangan tradisional khas Soreang menjadi tuan rumah di tanahnya sendiri.
Dengan usaha keras, produk kerupuk ini menjadi salah satu produk unik di kota Bandung. Bahkan pemerintah daerah kerap menjadikan kerupuk Tjap Menak sebagai contoh untuk dibawa ke berbagai negara sebagai wakil produk andalan Jawa Barat.
Anda juga tertarik mencobanya?
Alamat :
Kerupuk buah dan sayur Tjap Menak
Jl. Kembar Baru Utara I/No 5, Bandung
Telp (022) 5226915
Hp 0817 613 615
KOMENTAR