SajianSedap.com - Sate klathak kini jadi salah satu hidangan yang kini tengah populer, terutama bagi wisatawan yang hendak pergi ke Yogyakarta.
Khususnya di wilayah Bantul, salah satu kabupaten di Porvinsi Yogyakarta sate klathak jadi salah satu destinasi kuliner yang wajib untuk dicoba.
Deretan warung pun berjejer di pinggir.
Namun nama Pak Phong jadi salah satu tempat atau resto sate klathak yang cukup populer.
Meskipun demikian tentu masih banyak warung sate lain yang tentunya bisa menjadi langganan Anda.
Membahas soal sate klatak, apa sebenarnya bedanya?
Secara penampilan, sate ini tidak menggunakan sambel kecap seperti sate kambing pada umumnya.
Bahkan penyajiannya memakai kuah gule.
Dari segi rasa, sate klathak juga hanya dibumbui dengan garam.
Lantas bagaimana sate klathak ini muncul?
Melansir dari laman Kemendikbud, sate klathak jadi salah satu warisan budaya tak benda.
Baca Juga: Sejarah Mengapa Makanan Khas Sunda Sering Dihidangkan dengan Lalapan, Sudah Tahu Belum?
Pendiri atau pelopor Sate Klathak adalah Mba Ambyah yang berasal dari Jejeran, Desa Wonokromo, Kecamatan Prele, Kabupaten Bantul.
Menu sate ini sudah ada sejak Mba Ambyah memulai usahanya pada tahun 1940-an.
Kenyataan menunjukkan kehadiran Sate Kratak di Bantul yang dipelopori oleh Mbah Ambyah mampu memberikan ciri khas tersendiri bagi Kabupaten Bantul dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dulunya Kota Yogyakarta disebut Kota Gudeg dan Kota Bakpia, namun kini namanya disebut Kota Sate klathak.
Keberadaan Sate Kratak tidak terlepas dari gagasan untuk mewujudkan potensi daerah, di saat banyak usaha peternakan kambing yang dijalankan oleh masyarakat Jejeran.
Menu sate yang kini dikenal dengan nama sate klathak ini lahir ketika Mba Ambyah seorang pionir usaha sate di Jejeran, Wonokromoh, membuka warung sate di bawah pohon melinjo yang buahnya disebut 'klathak;.
Menu sate ini kemudian dikenal dengan nama sate klathak, karena buah ini sering bertebaran di warung sate Mbah Ambyah.
Istilah sate klathak berasal dari bunyi yang dihasilkan saat sate dipanggang.
Namun beberapa pendapat lain menyebut, munculnya nama sate klathak ini karena suara 'tak..tak' yang muncul saat membakar sate.
Munculnya suara ini terjadi saat percikan garam dicipratkan pada daging yang etrkena tungku yang terbuat dari tanah liat.
Terlepas dari berbagai macam masakan sate daging kambing, sate klatak merupakan ide yang sederhana namun menonjol dan menjadi keunikan atau identitas kuliner masyarakat di antara berbagai olahan sate.
Bumbu sate klathak yang hanya menggunakan garam memberi gambaran tentang kesederhanaan kehidupan sehari-hari masyarakat Dusun Jejeran.
Sebagai identitas kuliner masyarakat, masyarakat asli yaitu Dusun Jejeran Desa Wonokomo Kecamatan Prele mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Jejeran.
Terdapat sekitar 20 warung sate di sepanjang Imogiri Timur km 10 di desa Jejeran.
Kurang lebih 5 hingga 7 ekor kambing disembelih setiap harinya di kandang besar untuk menjamin ketersediaan menu sate.
Jumlah ini akan ditambah jika pengunjungnya banyak.
Kandang sate berukuran kecil hingga sedang kini dapat menampung 1 hingga 4 ekor kambing setiap hari.
Kehadiran hidangan lezat tersebut mampu menyerap tenaga kerja masyarakat Dusun Jejeran dan sekitarnya.
Tiap warung dihuni sekitar empat hingga enam warga Jejeran yang mendapatkan pekerjaan berkat hadirnya wisata kuliner daging kambing ini.
Selain itu, kehadiran hidangan ini juga menggalakkan kegiatan sosial di Dusun Jejeran.
Banyak acara desa yang disponsori oleh para kepala sate klathak ini.
Penulis | : | Idam Rosyda |
Editor | : | Idam Rosyda |
KOMENTAR